Stun MeStun MeStun Me

Jumat, 18 Februari 2011

Hati, Akal dan Nafsu


ALLAH telah menjadikan bagi jasad manusia ada hati (roh), akal dan nafsu. Ketiga-tiga jasad batin ini mempunyai peranan atau fungsi yang tersendiri dan berbeda di antara satu sama lain. Dalam diri manusia selalu berkolaborasi antara nafsu, akal, dan hati nurani, dan tidak ada lagi yang lainnya. Manusia tanpa salah satu diantara ketiga hal tersebut, bukan lagi seorang manusia. Hal inilah yang menjadi prinsip dasar perbedaan antara manusia dan makhluk hidup lainnya

Nafsu
Nafsu berperanan untuk berkehendak akan sesuatu, kepada perkara yang baik maupun yang buruk. Tetapi tabiat asalnya lebih cenderung kepada kejahatan daripada kebaikan seperti dalam firman ALLAH :  “ Sesungguhnya nafsu itu sangat menyuruh berbuat kejahatan. (Yusuf: 53)
Pada awalnya manusia memang hanyalah sebuah kumpulan nafsu-nafsu. Manusia adalah sosok yang terus berhasrat. Oleh karena itu, nafsu manusia tidak akan pernah habis dan manusia tidak akan pernah merasa puas karena nafsu yang tidak terbatas itu harus dipenuhi oleh dunia yang terbatas. Jika ada yang menganggap bahwa hidup adalah sebuah penderitaan, maka hal itu bisa dilihat dalam hal ini. Penderitaan itu dilihat dari kacamata ketidakmampuan manusia untuk memenuhi semua nafsu yang ada dalam dirinya.
Nafsu-nafsu itu kemudian juga bersaing satu sama lain dalam diri manusia dan pada akhirnya inilah yang menjadikan manusia itu seperti apa, sosok yang menjadi bahan penilaian banyak orang. Manusia tidak pernah memiliki sebuah nafsu yang tunggal. Nafsu pada manusia senantiasa majemuk. Oleh karena itu, menjadi jelas mengapa manusia memiliki banyak sifat, seperti pemarah, murah hati, rendah hati, dan lain sebagainya. Sebenarnya, hal ini merupakan bentuk yang muncul dari perealisasian nafsu yang ada dalam diri manusia tersebut.
Saat nafsu tidak terpenuhi, misalnya, maka kita akan menjadi marah, namun sebaliknya disaat nafsu kita terpenuhi, ada kesenangan menyelimuti dan terpnacar juga ke orang-orang disekitar kita. Ketika ada hasrat untuk berbagi, maka manusia itu disebut murah hati. Sifat-sifat yang muncul inilah yang menjadikan diri kita seperti apa. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada manusia yang memiliki sifat yang tetap. Ia senantiasa berubah dan dinamis, tergantung bagaimana dan nafsu apa yang sedang ada dan berhasil dipenuhinya.

Akal.
Akal dijadikan oleh Allah dengan tabiat asal yang baik dan mematuhi perintah Allah.
Dalam proses pemenuhan nafsu-nafsunya tersebut, manusia dibekali dengan akal. Manusia memang berpikir sebagai dasar untuk menemukan cara memenuhi nafsunya, namun yang paling menonjol dari manusia adalah karena ia memiliki akal yang bekerja bersama dengan pikiran itu.
Akal dalam hal ini berperan dalam memberikan petunjuk tentang sesuatu, tentang apa yang bernilai atau tidak bagi diri manusia itu sendiri. Selain itu, dengan akal pun manusia dapat memiliki kreativitas dan dengannya menjadikan hidup ini dinamis.
Akal menjadikan manusia seolah-olah seperti sebuah komputer yang paling canggih sedemikian sehingga komputer yang paling canggih pun tidak bisa mengalahkan manusia. Hal ini kembali disebabkan karena nafsu manusia yang tidak pernah habis, yang menjadikan manusia terus mengejar sesuatu yang lebih. Dalam hal inilah nafsu bekerja sama dengan akal untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai lebih bagi manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang terus mencari yang lebih baik, itulah nafsu dasarnya dan akallah yang menjadi perantaranya, sarana untuk merealisasikannya.

Hati Nurani atau Roh
Ada 2 pengertian:
1)      Hati pada makna pertama ialah hati lahir atau yang dikatakan hati kasar yaitu daging sebesar genggaman tangan terletak di dalam dada sebelah kiri manusia. Hati jenis ini berongga dan tempat darah mengalir ke seluruh urat saraf manusia. Hati ini memang dapat dilihat dengan mata kasar, dijamah dan di kerat/belah oleh pisau. Ia akan hancur dan busuk berulat apabila mati. Hati jenis ini terdapat juga pada hewan yang tidak berakal yang mana tiada nilaian sedikitpun disisi Allah.
2)      Hati dengan maksud yang kedua ialah hati batin atau hati seni yang tidak dapat dilihat dengan mata kasar, tak dapat disentuh oleh tangan dan tak dapat dikerat/belah oleh pisau, tetapi ia dapat dirasakan oleh pengakuan batin sendiri tentang kewujudannya, dan dia itu suatu kejadian yang Latifah Rabbaniyyah atau yang dapat kita bahasakan sebagai hati seni kejadian tuhan yang ruhani. Hati ini berhubung rapat dengan kerja-kerja hati kasar tadi. Hubungan antara keduanya tak dapat diterangkan oleh otak doctor jenis manusia karena hati batin seperti ini datang dari kejadian alam ghaib dan hati kasar adalah dari benda-benda alam kasar ini. Perumpamaan keduanya adalah : Hati batin umpama raja pemerintah dan hati kasar itu umpama istana raja tempat ia bertakhta dan anggota-anggota badan dhahir ini umpama rakyat jelata. Hati jenis ini tidak akan busuk berulat setelah mati dan tidak akan hancur buat selama-lamanya. Apabila tubuh berpisah dengan nyawa, dialah yang akan menemui alam Akhirat. Dialah yang berasa bahagia atau celaka di dunia dan akhirat.
Dengan Hati Latifah Rabbaniyyah inilah maka hati kasar tadi dapat berdenyut. Ia mempunyai sifat-sifat Ta’aqqul dan juga sifat-sifat Ma’ani dari sejak dia dijadikan di alam arwah yakni sebelum dia bercantum dengan alam kasar ini. Ahli-ahli falsafah dan tasawwuf telah bersependapat dan menamakan hati jenis ghaib ini ‘Jauhar Mujarrad’. Hati dari jenis yang kedua inilah hakikat kejadian manusia yang mempunyai tanggung jawab kepada Allah di dunia dan akhirat.

Hati peranannya mengenal dan berperasaan. Ia juga bisa menampung ilmu pengetahuan tanpa belajar jika jiwanya bersih. Di samping itu ia menjadi raja dalam diri manusia. Akal peranannya berfikir, mengkaji dan menilai untuk menerima ilmu pengetahuan. Tabiat hati (roh) memang sudah kenal ALLAH dan mengenal kebaikan. Sebagaimana Firman Allah: "Tidakkah Aku ini Tuhan kamu (wahai roh)?" Mereka menjawab: "Bahkan kami menyaksikannya." (Al A`raf 172). Hati nurani ini bekerja sama dengan akal ketika merealisasikan nafsu dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas, namun tidak bebas. Oleh karena itu, Jean-Jacques Rousseau, dalam bukunya The Social Contract, mengatakan bahwa, “Man is born free, and everywhere he is in chains.” Hal ini mengindikasikan bahwa manusia memang bebas, namun ia selalu terbelenggu dimana-mana. Tidak perlu jauh-jauh untuk dibuktikan. Manusia senantiasa bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Hal inilah yang menjadi salah satu pembatas kebebasan mereka. Kebebasan satu individu berhadapan dengan individu lainnya dan akan terjadi tubrukan. Jika tidak dibatasi, maka yang terjadi adalah dunia yang penuh dengan rasa egois.
Rasa keterbatasan dalam kebebasan manusia inilah yang akhirnya menimbulkan peranan hati nurani seorang manusia. Hati nurani berperan dalam menentukan perealisasian nafsu yang tidak mengganggu kebebasan orang lain. Dalam hal ini, orang lain harus diutamakan karena jika tidak maka yang timbul adalah dunia yang penuh dengan suasana egois.
Ketika manusia merealisasikan nafsunya dengan akal namun tanpa hati nurani, maka ia bukanlah seorang manusia, karena ia tidak menyadari keterbatasannya sebagai individu yang juga harus menyadari eksistensi individu lainnya. Manusia juga tidak bisa merealisasikan nafsunya hanya dengan hati nurani, sebab akallah yang menjadi kunci dalam merealisasikan nafsu manusia. Selanjutnya, manusia tanpa nafsu pun juga tidak bisa disebut sebagai manusia, karena tidak ia tidak memiliki hasrat dan hidupnya akan statis sebab akal dan hati nuraninya tidak dipakai untuk perkembangannya.
Oleh karena itu, manusia harus memiliki keseimbangan dalam nafsu, akal, dan juga hati nuraninya. Dalam perealisasian sebuah nafsu yang dilakukan oleh akal dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik, manusia tidak boleh melanggar eksistensi manusia lain sebagai subjek, yakni melalui hati nuraninya.
Hati mencetuskan 'yakin' dan 'mau', nafsu pula menentukan 'mampu'. Ilmu dapat me'muas'kan akal, iman dapat me'muas'kan hati dan menjerat nafsu. Muallim(guru) mengajar untuk memberitahu, murabbi(pendidik) mendidik untuk mencetuskan mahu dan memimpin kebuasan nafsu. Hati adalah raja anggota badan. Akal adalah bendahara kepada hati. Nafsu pula pengacau yang boleh memburukkan akal dan hati. Ringkasnya, hati menentukan tindakan, akal memandu hati untuk bertindak membuat kerja dengan 'betul-betul'. Nafsu perusak kepada 'perancangan' hati dan akal! Disamping faktor didalam tersebut, juga ada faktor dari luar yang  mempengaruhi 'penghijrahan' seseorang, untuk keluar daripada kesenangan kepada penderitaan, buat sementara waktu! 
Ada tiga golongan manusia berdasarkan pada akal dan nafsunya yaitu:
1.      Manusia yang nafsunya lebih dominan daripada akalnya.
2.      Manusia yang nafsu dan akal sama-sama dominan.
3.      Manusia yang akalnya lebih dominan daripada nafsunya.
Manusia golongan pertama akan cenderung menuruti keinginan hawa nafsunya. Segala sesuatu didasarkan hanya kepada nafsu semata. Nafsu akan cenderung memegang kendali penuh terhadap akalnya, bahkan aturan negara dan agama pun akan dilawannya bila tidak sesuai dengan kriteria nafsunya.
Secara umum, nafsu ini akan cenderung membawa manusia pada perbuatan yang negatif karena dominasinya terhadap akal. Manusia dalam golongan ini tidak akan pernah punya perasaan bersalah.
Kadang-kadang pada bulan Ramadan ada orang yang suka bertanya: “katanya di bulan Ramadan setan-setan akan dirantai, lalu kenapa masih ada saja orang-orang yang membunuh, berbuat kekerasan, mencuri, merampok dan sebagainya?”. Jawabannya adalah karena nafsunya telah membelenggu dirinya dan mengendalikan akalnya.
Manusia golongan kedua adalah manusia yang kadang berbuat atau bertindak berdasarkan akal pada suatu kesempatan dan berdasarkan nafsu pada kesempatan lainnya. Ia akan bisa berbuat baik di suatu kesempatan dan berbuat jahat di kesempatan lainnya. Ketika telah melakukan perbuatan jahat, ada kemungkinan akan timbul rasa bersalah dalam dirinya dan timbul hasrat untuk memohon ampunan. Namun demikian, ada kemungkinan ia akan mengulangi lagi perbuatan jahatnya di waktu yang lain.
Manusia golongan ketiga adalah manusia yang cenderung berbuat baik di setiap kesempatan. Ini adalah kondisi ideal manusia, dimana akal mampu mengendalikan nafsu dan membawanya pada hal-hal yang positif sesuai dengan peraturan negara dan agama.
Akal sendiri adalah bagian terpenting yang membedakan antara manusia dan binatang. Keutamaan manusia adalah karena selain dikarunia nafsu, ia juga dikaruniai akal sebagai suatu sarana untuk belajar dan terus belajar.
Nafsu pada diri manusia tumbuh lebih dahulu daripada akal, oleh karena itu jika kita perhatikan anak-anak kita, mereka selalu ingin agar apa yang diminta dituruti oleh orang tuanya. Bahkan harus menjerit jika kemauannya tidak terpenuhi. Akal pada diri manusia berkembang sedikit demi sedikit untuk membangun kekuatan dan mulai bisa mengimbangi kekuatan pengaruh nafsu pada saat manusia berusia belasan tahun.
Namun demikian, proses tumbuh kembangnya akal pada diri manusia tak lepas dari bagaimana cara orang tua menumbuhkan anaknya. Salah satu faktor terpenting agar akal bisa tumbuh dengan baik (dalam konsep Islam) adalah dengan memberikan makanan yang halal (dan baik). Halal baik dari jenis makanannya maupun dari cara mendapatkannya.
Jadi, marilah kita berhati-hati dalam memberi makan anak kita agar nafsunya tidak mendominasi akalnya sehingga akan tumbuh generasi yang baik di kemudian hari.

7 komentar:

  1. tolong diperjelas kembali tentang anda yang mengatakan hati / roh itu sama, bukankah keduanya sangat jauh berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.

    BalasHapus